Senin, 10 Maret 2014

Jalan-jalan Men



     Hari itu tanggal 29 september 2013 aku (Nisa Karima) bersama teman-teman kelas 9 jalan-jalan menuju kota kecil tapi sangat indah men… tempat itu enggak jauh dari Malang yaitu kota “BATU”. 


     Kita berangkat dari jogja sekitar siang, sesampainya di kota Batu kita langsung menuju Bromo sekitar jam 00.01-00.02an. kita diberhentikan di suatu tempat yang enggak jauh dari Bromo, lalu kita menuju ke atas menggunakan elf karena tidak mungkin jika menggunakan bis. Hampir 10 menit kita menggunakan kendaraan elf kita di berhetikan lagi di suatu bangunan seperti rumah atau pos, saat itu kita istirahat, minum-minum teh hangat, dan sholat subuh. 

 


     Lalu kita menjutkan perjalanan menuju bromo menggunakan jeep, menyewakan satu jeep seharga 500 ribu yang memuat 7 orang dengan supir. 


     Sesampainya di Bromo menggunakan jeep, dari atas terlihat pemandangan indah, this is BEAUTIFUL COUNTRY, ini dia surganya kota Batu, kita di atas awan dengan ditemani sunrise.

 


     Saat sampai di kaki gunung Bromo kita berjalan menuju ke puncak Bromo, dengan di temani awan-awan dan sunrise. Walaupun tangan ku sempet mati rasa karena dinginnya suhu Bromo kita tetap berjalan.
#SMPITAlamNurulIslam

Ini juga ada acara TV yang juga membahas tentang Bromo


Minggu, 09 Maret 2014

Jejak-jejak Cinta

 Oleh: Besse Rosmiati
C I N T A K U
Terimakasihku..
Terimakasih atas segala hari yang KAU ciptakan untukku dan menjadikannya indah disudut hatiku
Terimakasih atas cinta yang KAU anugrahkan pada hatiku
Aku menyadari bahwa aku sangat membutuhkanMU Rabbku.

Aku tahu, saat ini akan tiba dimana aku sebagai seorang gadis akan hidup bersama orang yang kucinta dan mencintaiku karena Allah, tapi ini bukan tentang kisah cinta kami, tapi ini tentang cinta, cinta seorang anak, cinta seorang ibu yang  memantraiku dengan doa-doa nya akhir kisahku berlabuh dipernikahan yang baraokah,mawaddah n warohma.
Aku adalah seorang gadis yang dilahirkan dari keluarga yang sederhana disebuah tempat yang masih termasuk kota kecil yang diapit bukit, ya tempatku dilahirkan adalah perbukitan yang mengalir sungai-sungai yang kadang meluap dikala musim  hujan tiba. Ibuku adalah seorang guru SD yang sangat perkasa untuk kami anak-anaknya, tanpa seorang ayah beliau mampu membiayaiku hingga sarjana di salah satu kota Pelajar dinegeriku, dengan mengandalkan gaji yang pas-pasan aku yakin beliau amat-sangat berhemat untuk menyekolahkanku.
Mendung kelabu, langit tampak gelap dan udara sangatlah dingin dipagi itu, masih tercium diudara bau basah tanah akibat hujan semalaman, pagi itu, aku dan adikku telah bersiap-siap untuk berangkat sekolah, begitupula ibuku beliau telah siap berangkat mengajar dengan baju dinasnya. Tiba-tiba suara teriak memanggil-manggil namaku, ternyata keluargaku datang dari Amessangeng kota dibalik bukit “saat petir bergemuruh, hatiku juga terguncang sangat hebatnya”. Innalillahiwainnailaihi rojiun, ayah mu sakratulmaut, setelah sebulan berbaring….. Air mataku mengucur tak percaya, ingin kusangkali takdir ini. Masih dengan seragam putih abu-abuku, aku berjalan melewati jalan setapak menyusuri bukit, dadaku masih bergemuruh. Kami berangkat menuju kerumah keluarga dibalik bukit, ketempat dimana ayahku dirawat setelah keluar dari rumah sakit.
Aku tak percaya, aku tak percaya. Tadi malam ayah baik-baik saja, walau berat badannya turun menyisakan tulang yang terbalut kulit, tapi tadi malam ayah masih sempat untuk menyuruhku pulang kerumah dan tak perlu menungguinya dirumah keluarga, karena hari ini ada try out ujian akhir SMA. Langkah kakiku kupercepat, aku ingin berada disamping ayah saat ini, aku tak dapat membayangkan ayahku sakratulmaut, kakiku kulangkah terasa ingin terbang, berlari, tak perduli embun yang menyapa dipucuk daun, tak perduli dinginnya angin menusuk kulit, tak perduli indahnya kicauan burung, tak perduli …aku tak perduli, aku ingin ayahku…..
Rumah panggung berwarna biru itu, telah sesak dengan sanak-family ayah, aku menerobos masuk rumah tanpa salam tak perduli siapa mereka, aku ingin ayahku.… aku menangis… ibu menangis… adikku amir menangis….. ibu memelukku kuat ikhlaskan ayahmu nak, aku berada disamping ayah saat ini, kubisikkan kata cintaku untuk ayah, ayah aku disini disamping ayah, ayah aku disini disamping ayah, tak ada gerakan… aku menangis, jilbab putih dan seragamku basah… ayah aku disini aku disamping ayah, dalam dadaku bergemuruh… tanganku berkeringat, aku berkeringat dipagi yang sangat amat dingin itu. Ayah bangunlah… aku disamping ayah. Matanya yang telah lemah itu terbuka , sendu. Ayah kupandangi wajah ayah bibirnya biru, mukanya pucat pualam, tulang tengkoraknya Nampak, uban semakin banyak di rambut dan dikumis tipis ayah.
Kenapa tidak sekolah nak? Ayah… air mataku semakin mengucur diseragam putih abu-abuku, ayah maafku aku, maafkan ros, ayah jangan pergi, ayah… bacakan surat yasin nak, kata ibuku, kubacakan surat yasin disela-isak tangisku… ayah, ibuku mendekat dan membantu melafalkan sahadat “Ashaduallaailaahaillahlah Waashaduannamuhammadarrasulullah”. Anakku ayahmu mau mengatakan sesuatu dengarkanlah… kutahan isak tangisku kudengarkan suara ayah, kudengarkan suara lemah ayah“nak teruskan sekolahmu…” dadaku bergemuruh… air mataku tumpah… akh ayah… aku duduk menegakkan punggungku. Ibuku kembali membantu ayah melafalkan sahadat “innalillahi Wainnailahi rojiun”, kudengar lirih sura ibu.
Aku duduk terdiam, tanpa kata dan air mata yang mengucur, ayah… ayah telah pergi lirih perih suara jeritku dalam hati, orang-orang sibuk, entalah mereka sibuk untuk mempersiapkan pemakaman ayah, sekilas kulihat adikku juga menangis, ibuku juga menangis, semua orang menangis… akh… aku terpekur diam dan melayang dalam duniaku, sepi … disini tak ada orang, dingin, disini hanya aku sendiri dan perasaan hancurku, sesak…
Bahuku digoyang, sejenak aku tersadar dalam realitasku, terlalu banyak orang dirumah ini, aku benci, mengapa mereka semua terasa menyaingi diriku menghirup udara, sesak, perih, sakit dirongga dada ini. Nak saatnya untuk memandikan ayahmu, aku diam, tak ada gerak, tak ada respon, memori otakku lost.
Setelah berwudhu, Ibu menuntunku untuk memandikan ayahku bersama adikku dan paman yang selama ini menjadi  imam desa, aku sempat mencium beliau saat itu kudengar suara paman“tidak boleh menitikkan air mata saat memandikan jenazah”.  Aku tidak tahan terlalu lama memandikan beliau tanpa menangis, maka aku  keluar dari mihrab yang terbuat dari kain itu… aku bersandar… terpekur… kembali pada duniaku, disini sunyi, sepi tak ada orang, disini aku sendiri dengan perasaan yang hancur leburlah seluruhnya, aku melayang, aku terbang, aku masih disini tapi jiwaku melayang , Menahan rasa sakit itu…. Sesak….
Bahuku disentuh… nak lihatlah ayahmu untuk yang terakhir kalinya, beliau akan dikafani, aku diam, tak ada gerak, tak ada respon, memori otakkau lost. Aku dituntun ibu mendekati ayahku, kali ini aku tak menangis, aku tenggelam dalam batinku, aku hilang dalam ragaku, aku melayang bersama jiwaku, aku… diam. Disela isak tangis ibu, ibu menuntuku. Entalah…. Tapi rasanya aku mecium wajah ayah, mencium bau sabun dikulit pucat pualam itu, mearomai kebekuan diinginnya kulit itu, aku sayang pada ayahku, tapi  takdirNYA melebihi dari segala rasaku.
Kutatap wajah itu, dalam, tanpa kedip, mereka membungkus ayahku, aku tak menangis, entalah aku tak tau kemana air mata itu pergi, aku diam, aku bisu, aku melihat, tapi tak merasakan kehadiran orang lain hanya ada aku dan ayahku yang telah terbungkus, hanya ada aku dan ayahku disana… aku diam, aku bisu, aku beku, aku tenggelam dalam duniaku...
***
Hanya ada aku dan ayahku, ayah maafkan aku, hanya itu kata yang terucap padanya…
Hanya ada aku dan kesepianku, ayah aku telah meneruskan sekolahku hingga menjadi sarjana, tapi ayah tak ada disampingku.
Hanya ada aku dan kerinduanku, ayah lihatlah aku telah menjadi yang terbaik untuk ayah, kebanggaan ayah, sungguh aku merindukan ayah.
Hanya ada aku dan cintaku, ayah aku cinta ayah, terimakasih untuk semua cinta itu dan maafkanlah aku, maafkanlah aku, terimakasih untuk memberikanku kesempatan untuk kuliah jauh…., walaupun aku tahu kini ayah jauh dariku, terimakasih ayah…. Aku melanjutkan sekolahku… karena izinmu, ridhomu ayah.
salam kangen untuk semua dosenku, sahabatku, kakakku, saudaraku yang telah menjadi pelangi dalam hidupku, terimakasi atas kasih, cinta dan perhatiannya.

Aku Dan Jilbabku

 Oleh: Destiana W Latief.
Nyaman, aman, dan merasa memiliki identitas yang jelas. Ya, itulah yang kurasakan setiap jilbab ini telah kujulurkan menutup auratku.

Teringat 8 tahun lalu, ketika aku belum mengerti apa itu rasa nyaman, aman, dan identitas seorang muslimah yang sesungguhnya. Waktu itu, aku bekerja sebagai seorang staf hotel bintang 5 di kawasan jalan Jogja-Solo. Aku yang sebelumnya bersekolah di sekolah menengah kejuruan dengan mengenakan jilbab, dengan ringannya melepas jilbab saat memasuki dunia kerja, dan aku dapat katakan bahwa aku tak ada beban melepasnya. Aku hanya mengenakan jilbab ketika berangkat dan pulang kerja, namun ketika bekerja justru aku melepasnya. Aku masih setengah-setengah dalam berhijab waktu itu.

Dua tahun berlalu, aku memutuskan untuk melanjutkan sekolahku.

Aku masuk ke universitas berlatar belakang Muhammadiyah di kota Jogjakarta. Aku memilih fakultas Psikologi sebagai tempat aku belajar. Di fakultas tempat aku belajar, ada peraturan ketat tentang tata cara berpakaian. khusus untuk mahasiswi muslimah wajib mengenakan jilbab. Saat peraturan itu disampaikan, beberapa mahasiswa masih mendefinisikan jilbab sebagai kain yang membalut kepala, baju yang membalut tubuh, namun tak memperhatikan lekuknya masih terlihat jelas, dan aku ada diantara mereka. Ke kampus, aku mengenakan jilbab (versiku). Namun keluar kampus, sesampainya di kost, aku melepasnya.. kesana kemari, (maaf) tanpa jilbab.

Rasa malu menyeruak, rasa rendah diri menerkam hati begitu kuatnya saat aku harus menuliskan kisahku sampai paragraf ini. Saat aku mengatakan, bahwa aku, pernah melewati masa dimana aku melepas jilbab dan aku tak memiliki beban apapun.

Allah Sang Maha Penyayang.. Dia memilih cara yang paling “unik” untuk  hambanya kembali ke jalan yang benar dan penuh berkah.

Tiga bulan menjalani kehidupan kampus dengan kebiasaanku bongkar pasang jilbab, aku bertemu dengan agenda rutin akademik di 3 bulan pertama tiap semesternya. UTS (Ujian Tengah Semester). Kami punya gosip bersama kakak kelas saat ujian menjelang. Gosip itu adalah, ada dosen “kiler” yang jika ia menjadi pengawas ujian, maka tidak akan diijinkannya masuk ruang dan mengikuti ujian kecuali mahasiswi yang berpakaian rapih (menurutnya). Rapih menurut kriterianya waktu itu adalah = memakai rok panjang dan lebar tanpa memperlihatkan lekuk pinggul dan paha, memakai baju lengan panjang menutup pinggang dan lebar tanpa memperlihatkan lekuk perut dan pinggang, dan mengenakan jilbab lebar menutup dada dan tidak tipis, dan tak ketinggalan, kaus kaki yang menutup kulit kaki.
Mendengar gosip itu, aku selangkah lebih maju.. ceilee... aku, yang tak punya koleksi rok satupun, terpaksa membeli kain untuk dibuatkan 1 buah rok panjang dan lebar (tapi kalau dilihat sekarang gak lebar-lebar banget tuh) demi menjadi “penyelamat” saat ujian waktu itu.. hehehehe...

Aku bersama teman-temanku saat itu selalu gambling saat memasuki ruang ujian.. deg deg-an dan was-was, khawatir dosen itu terjadwal menjaga ruangan tempat kami ujian. Kalau tempat tinggal atau kost-kostan dekat dengan kampus sih gak masalah. Kalaupun ternyata di ruang ujian ada beliau yang menjaga, kita bisa pulang dulu ambil rok dan mengganti cara berjilbab. Tapi, teman-teman yang rumahnya jauh?.

Tak sedikit teman-teman yang merasa dirugikan (waktu itu) atas sikap tegas beliau dosen yang melarang masuk mahasiswi yang tidak berpakaian rapih. Pun, teman-teman tak mungkin pulang dulu hanya untuk mengganti celana jeans dengan rok lebar, mengganti jilbab modis nan tipis dengan mencari pinjaman jilbab lebar nan tebal kesana kemari. Bahkan peraturan tersebut telah menuai protes dan demo para mahasiswa-mahasiswi di depan kampus.. aih, namun aku tak begitu mempedulikan demo itu, yang aku tahu, aku harus bisa masuk ruang ujian dengan tanpa tekanan.

Alhasil, inilah caraku bersama teman-teman waktu itu. Selain buku, dan alat tulis, didalam  tas kami ada barang-barang yang belum pernah kami bawa sebelumnya ketika ke kampus. Yaitu, rok panjang, dan kemeja panjang nan lebar. Aku membawanya setiap kali memasuki ruang ujian. Ketika aku melihat ada dosen tersebut yang menjaga ruangan, aku bergegas berbalik arah ke toilet dan mengganti celana jeans yang kukenakan dengan rok lebar baruku satu-satunya. Tak lupa, jilbab tipisku ku ulang lipatannya dengan lipatan yang lebih lebar, sehingga mampu menutup dadaku meski jauh dari sempurna. Yup, aku siap memasuki ruangan, mengikuti ujian, dan tanpa kena “razia’ dosen tersebut.

Inilah rencana Allah yang paling “unik” yang pernah kualami. Selama 2 pekan masa UTS yang kujalani, hampir selalu ada dosen tersebut menjadi pengawas ujian di ruangan ujianku. Ini berarti, setiap itu pula aku harus mengenakan rok satu-satunya yang kumiliki. Rok merah bermotif garis-garis berbahan tebal dan jilbab yang ukurannya lebih lebar dari jilbab-jilbab yang bisanya ku pakai. Aku sampai lupa, apakah rok itu pernah kucuci atau tidak selama 2 pekan masa ujian.. hehehe. Selepas masa UTS, entah kenapa aku masih selalu mengenakan rok merah bermotif garis dan jilbab dengan lipatan lebar. Aku merasa nyaman dengan rok panjang lebar dan jilbab lebar tersebut termasuk ketika diluar kampus.

Ceritaku tak berhenti indah sampai disini. Ada seorang kawan sekelas yang awalnya sangat dekat denganku berkomentar, “Des, kenapa sih kamu jadi berubah begini? Kamu tuh lebih pantes pake jeans tahu!”. Ya Allah.. sakit sekali mendengar komentar itu. Aku tak sanggup menjawab apapun, disaat yang sama pula kawan-kawanku yang sebelumnya dekat menjadi jauh dariku saat itu. Pun aku tak bisa seketika kembali pada penampilanku sebelumnya, yaitu blues ketat, jeans ketat, dan jilbab super mini asal nyantol. Ada perasaan malu pada temanku, ketika aku seketika berubah mengikuti kemauannya, berarti aku “kalah” dong?. No way!. Aku harus pada pendirianku. Ada perasaan malu pada diri sendiri, karena perlahan aku mulai mengerti makna harga diri. Harga diri bukanlah dilihat dari penampilan yang harus mengumbar aurat kemudian mendapat banyak pengakuan dari lingkungan, bukan itu. Harga diri adalah ketika kita mampu menjaga kehormatan dengan tidak mengorbankan identitas kita sebagai muslimah. Seorang muslimah sudah jelas diterangkan Allah dalam Al-qur’an surat Al-Ahzab 59, “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Dan aku merasa malu padaNya, meskipun aku masih belumsempurna berhijab, namun aku tahu, Allah sedang membawaku kepada kebaikan. Well, ternyata pribadiku yang sedikit gengsian berguna juga untuk mempertahankan hijabku..

Ya, sekali lagi.. nyaman, aman, dan merasa memiliki identitas yang jelas. Ya, itulah yang kurasakan setiap jilbab ini telah kujulurkan menutup auratku. Rasa aman (tidak diganggu) dan tentu menjaga kehormatanku. Masa peralihanku itu terjadi 8 tahun yang lalu, setelahnya aku masih mengalami tempaan demi tempaan yang tak lain Allah berikan untukku demi kebaikan dan kekuatanku menjaga keistiqomahan.

Bersama suamiku kini, aku merasa lebih mengerti arti sebuah kehormatan seorang muslimah. Ia banyak mengajarkanku tentang kehati-hatian dalam berhijab, termasuk ketika berada di dalam rumah sekalipun. Nasehatnya, “jangan lupa tetap pakai rok berdobel celana panjang, tetap pakai jilbab dan kaos kaki untuk antisipasi jika ada tetangga yang bukan mahram masuk begitu saja tanpa permisi”.

Berhijab itu sederhana, namun sangat sempurna menjaga kita sebagai seorang muslimah. Berhijab itu sederhana, namun Allah turunkan banyak manfaat untuk muslimah yang mengenakannya.

Semoga Allah buka pintu cahayaNya untuk selalu menerangi keistiqomahan kita. Aamiin.

Nasehat

"Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu. Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu. Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu. Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu. Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu." (alm KH. Rahmat Abdullah)

Tawakal Saja Biar Allah yang Menyegerakannya

Oleh: Shita Ismaida
dakwatuna.com - Ada serumput bahagia menghempas jiwa, ada kesejukan mengalir tenang membasahi hati dalam raga, ada bias-bias cahaya yang terus memancar terang untuk memapah tiap langkah agar dapat berjalan.
Sejenak merenung, ada banyak permohonan yang hampir tak pernah putus terpanjatkan kepadaNya, namun…hingga sekarang belum juga terwujud.
Ada banyak permintaan yang terucap kepadaNya, namun hingga detik ini belum juga terpenuhi.  Mungkin, saya pernah merasakan lidah yang hampir kelu karena terus bermunajat namun belum juga terijabah, atau kelelahan batin yang begitu meletihkan karena doa yang hampir selalu terucapkan, namun belum juga terjawab.
Sungguh, tiap-tiap bait dalam doa yang terucapkan bagi saya itu adalah energi yang membentuk ketahanan kita dalam menghadapi ujian hidup. Ia adalah senjata, karena dengannya kita mendapat bantuan dari yang Maha Kuat.
Ya…kekuatan iman kita justru akan semakin tampak tatkala kita berupaya sekuat tenaga dan terus menerus memanjatkan doa, namun kita belum juga merasakan perubahan.
Kembali teringat akan sebuah kutipan kata yang begitu membekas dan mengena di hati “Iman seorang mukmin akan tampak di saat ia menghadapi ujian. Di saat ia tetap totalitas dalam berdoa tapi ia belum juga melihat pengaruh apapun dari doanya. Ketika, ia tetap tidak merubah keinginan dan harapannya, meski sebab-sebab berputus asa semakin kuat. Itu semua dilakukan karena ia yakin bahwa hanya Allah saja yang paling tahu apa yang lebih maslahat untuk dirinya.”
Hampir sama kondisinya dengan orang yang menaiki gunung tinggi. Ia dianjurkan untuk tidak terlalu sering melemparkan pandangannya ke atas gunung yang harus ia daki, karena bisa memunculkan ketidakpercayaan diri dan membebani langkahnya untuk terus mendaki. Tapi, ketika ia turun dari tempat yang tinggi, ia juga dianjurkan untuk tidak terlalu sering melihat jauh ke bawah. Karena jauhnya daratan yang ia lihat bisa menimbulkan kelemahan pada jiwa.
Adalah suatu kefitrahan bila kita merasa resah atas tiap bait-bait doa yang belum terjawab. Tawakal saja…bila kita tak pernah berhenti berdoa, dalam tiap kesunyian kita terus mengiba dengan penuh harap dan cemas dalam doa.
Bukankah orang-orang yang memohon dan menginginkan doanya segera terkabul, cepat terwujud adalah bukti dari kelemahan iman?
“Sesungguhnya Allah tidak pernah mengabulkan doa dari hati yang lalai.”
Akhirnya kita masih memiliki sumber kegembiraan sejati yaitu doa yang membuat keimanan kita semakin hari semakin kuat.
Maka sekarang tawakal saja…biar Allah yang menyegerakannya, menyegerakan kita dalam kebaikan yang menghantarkan kita menuju keridhaanNya.
Wallahu’alam Bish Showwab..

Rabu, 13 November 2013

Percy Jackson & the Olympians: The Lightning Thief





Percy Jackson & the Olympians: The Lightning Thief adalah film yang disutradarai oleh Chris Columbus. Film Percy Jackson & the Olympians: The Lightning Thief adalah dari The Lightning Thief, buku pertama dari seri novel Percy Jackson & The Olympians karangan Rick Riordan.Film ini dibintangi oleh Logan Lerman, Brandon T. Jackson, Alexandra Daddario, Jake Abel, Rosario Dawson, Steve Coogan, Uma Thurman, Catherine Keener, Kevin McKidd, Sean Bean, dan Pierce Brosnan.Film ini diiris pada 12 februari 2010.

Senin, 11 November 2013

Percy Jackson - Sea of Monsters





Sea of Monster, Percy (Logan Lerman) beserta teman-temannya kembali melanjutkan perjalanan epik dengan misi menyelamatkan dunia. Di awal cerita, Percy diselamatkan oleh Annabeth dan saudaranya yang juga merupakan anak dari Poseidon, yakni Taylor, dari serangan Laestrygonians. Ketiganya kemudian mendatangi camp half-blood, dan menemukan bahwa Pohon Thalia yang merupakan sumber ketahanan camp half-blood telah diracun. Ini membuat pertahanan camp mereka melemah dan memudahkan para monster untuk memasuki camp.
Hanya satu yang dapat menyelamatkan Thalia, yakni Golden Fleece, bulu domba emas yang bisa mengobati hewan, tanaman, dan manusia. Namun mereka hanya bisa mendapatkannya di pulau Polyphemus yang terletak di Lautan Monster (sea of monster). Para manusia menyebut Lautan Monster ini dengan Segitiga Bermuda.
Clarisse, anak dari Ares pergi ke Lautan Monster, perairan yang belum dipetakan itu, untuk mencari Golden Fleece. Percy, Annabeth, dan Tayson pun memutuskan untuk pergi ke sana, sekaligus menyelamatkan seorang teman bernama Grover yang diperangkap di sebuah gua di pulau Polyphemus. Di perjalanan, mereka menemukan banyak sekali hambatan. Mereka bertemu dengan Luke Castellan, si pengkhianat, dimana Percy hampir terbunuh ketika berduel dengannya. Tak hanya itu, mereka juga harus melewati Scylla dan Charybdis. Percy bahkan sempat berubah menjadi seekor guinea pig ketika mereka sampai di pulau para penyihir.
Melalui Annabeth, Percy mengenal Thalia dan sejarah Pohon Thalia. Dan setelah perjalanan yang panjang, pertempuran dengan para makhluk mengerikan, roh jahat, dan juga tentara zombie, Percy dan Annabeth, beserta Clarisse, Grover, dan juga Tayson berhasil membawa pulang Golden Fleece. Tidak hanya berhasil menyembuhkan Pohon Thalia, Golden Fleece juga menghidupkan kembali Thalia.

Daftar pustaka : http://www.bgaul.co/41511/2013/07/review-dan-sinopsis-film-terbaru-percy-jackson-sea-of-monsters-2013/#